LAMAN

Minggu, 04 November 2012

Artikel Islami: Memberdayakan Potensi Diri Secara Islami



MEMBERDAYAKAN POTENSI DIRI
SECARA ISLAMI

            Masalah pengembangan diri adalah persoalan yang terkait dengan setiap kita, baik sebagai pribadi maupun sebagai seorang muslim. Sebagai pribadi, pengembangan diri adalah persoalan manusiawi dan sebagai muslim hal ini menjadi masalah strategi ideologi.
            Sebagai persoalan manusiawi, kehidupan pribadi kita membutuhkan dua keterampilan dasar; keterampilan hidup dan keterampilan teknik. Kita membutuhkan keterampilan hidup seperti bagaimana berhubungan dengan orang lain, dan kita perlu keterampilan teknis seperti bagaimana membuat sebuah laporan keuangan yang benar.
            Keterampilan hidup ini bersifat mendasar dan penting bagi semua orang, apapun peran dan posisi yang dimainkannya. Kita perlu keterampilan bagaimana berhubungan dengan orang lain dalam keluarga, kampus, lingkungan pekerjaan, tempat tinggal dan seterusnya. Sebaliknya, keterampilan teknis bersifat lebih khusus dengan ruang lingkup yang terbatas. Keterampilan membuat laporan keuangan di bagian produksi dan bagian keuangan jelas tidak sama pentingnya.
            Perbedaan lain antar aketerampilan hidup dan keterampilan teknik ini juga terleak pada cara mendapatkanya. Keterampilan hidup kita dapatkan dari kehidupan secara tidak langsung dan bersifat informal. Sementara itu, keterampilan teknik bias ita dapatkan lewat belajar di lembaga tertentu dan berbau lebih formal.
            Dengan bahasa lain, keterampilan teknik punya sekolah khusus yang dapat kita ikuti. Tetapi, keterampilan hidup tidak punya sekolah resmi untuk itu. Kita dapat mengukur kemampuan teknis seseorang dari nilai yang diperolehnya dan tingkatan pendidikannya. Tetapi, kita tidak dapat menilai secara akurat keterampilan hidup siapapun.
            Dalam hal ini, untuk mencapai perkembangan yang terarah, terukur, dan terkendali, diperlukan sejenis sekolah untuk meningkatkan keterampilan hidup kita. Sekolah keterampilan hidup itu bisa kita sebut sebagai proses pengembangan diri.
            Sebagai masalah strategi ideology, status kita sebagai muslim menuntut sebuah tanggung jawab. Sebagai seorang muslim, kita dituntut menegakkan nilai Islam dalam kehidupan. Sebagai muslim kita adalah seorang misionaris, sang pembawa misi dan keyakinan yang kita anut.
            Bila Islam kita ibaratkan adalah sepikul beban, maka seorang muslim adalah orang yang bertugas membawa beban itu di pundaknya. Dan karena Islam adalah sebuah misi tertinggi dan mulia yang datang dari Allah, jelas ia bukan beban yang ringan dan enteng hingga bida dijinjing dengan sebelah tangan. Islam adalah sebuah misi besar dari langit yang memerlukan pribadi muslim yang kuat untuk memikulnya.
            Seorang muslim yang memiliki kepribadian yang kuat untuk memikul misi itu tidak bisa dengan tiba-tiba. Melahirkan pribadi yang tangguh dan kuat itu memerlukan proses dan usaha. Usaha untuk menjadi pribadi muslim yang tangguh itulah yang kita sebut sebagai proses pengembangan diri.
            Bila menegakkan misi Islam adalah kewajiban, maka menjadi pribadi yang kuat dan mampu menjalankan misi itu hukumnya juga wajib. Dalam kaidah ilmu Ushul Fiqh terdapat kaidah yang mengatakan, “Maa laa yatimmu al amru al wajibu illa bihi fahuwa wajib,” sesuatu yang menentukan terlaksananya sebuah urusan yang wajib, maka hukumnya juga wajib. Misalnya, bila berwudhu’ adalah wajib sebelum melaksanakan shalat, maka mengusahakan pengadaan air untuk berwudhu’ hukumnya juga wajib.
            Terkait dengan Islam sebagai ideology mengembangkan diri adalah bagian dari strategi menegakkannya. Keyakinan kita tentang ideology Islam harus diikuti dengan pengembangan diri, karena hanya lewat proses itulah kita bisa menjadi pemikul tanggung jawab menegakkannya.
            Strategi instan dikelompokkan secara garis besar, kita dapat membedakannya dalam dua strategi instan, yaitu:
·         Strategi sikap positif
·         Strategi motivasi
            Di bawah ini, kita dapat melihat sekilas tentang dua strategi instan itu beriktu kekurangan mendasar yang dimilikinya.

1.      Strategi sikap positif
Strategi ini berangkat dari pemahaman bahwa “hasil yang kita dapat kan sangat tergantung pda tindakan yang kit alakukan”. Bila bertindak benar, kita akan menerima hasil yang baik dan sesuai harapan. Sebaliknya, bila bertindak tidak benar, kita akan menerima hasil yang buruk dan mengecewakan. Hasil yang kita terima tidak lain adalah buah dari tindakan yang kita tanam. Tindkaan yang benar akan berbuah manis dan tindakan yang salah akan berbuah pahit.
Pendekatan yang dipakai dalam strategi ini berintikan pengertian dasar manajemen, yaitu “how to do something right”, artinya seni melakukan sesuatu secara benar. Bahwa hasil memuaskan sesuai harapan hanya bisa dihasilkan oleh tindakan yang benar.
Dalam praktiknya, strategi ini merekomendasikan sikap positif tertentu sebagai ganti tindakan negatif yang keliru. Strategi ini berpusat pada pembentukan kebiasaan. Kita dilatih untuk melakukan sikap-sikap positif tertentu, mengulanginya berkali-kali, sampai akhirnya terbiasa.
Dari strategi sikap positif ini, kita akan menerima saran-saran seperti; “Bekerjalah sepuluh persen lebih beras”, “Senyum menghasilkan lebih banyak sahabat”, “Menabung adalah langkah awal menuju kemandirian keuangan”, “Mulailah disiplin dari diri sendiri”.
Tetapi, tanpa mengabaikan pengaruhnya, strategi ini memiliki cacat utama yang sangat mengganggu dan sering dikeluhkan. Strategi ini hanya mampu menyulut semangat dalam beberapa hari selesai membaca buku atau sepulang mengikuti pelatihan. Strategi ini ternyata bersifat sangat temporal, sementara, tidak permanen, dan sulit dipertahankan untuk jangka waktu yang panjang.
Masalah strategi sikap positif ini adalah terabaikannya motivasi yang mendasari tindakan. Sikap positif bekerja lebih tekun misalnya, dilatih dan dipraktikkan tanpa lebih duu merubah cara pandang, pikiran dan perasaan. Tindakan hanya menjadi aktivitas fisik yang kering dan tak melibatkan emosi dalam diri.

2.      Strategi Motivasi
Seperti yang akan kita lihat, strategi motivasi jauh lebih mendalam dari strategi sikap positif. Kekuatannya muncul karena memperhitungkan faktor motivasi dalam diri. Strategi ini dibangun oleh kerangka berpikir bahwa “sebuah tindakan sangat tergantung motivasi yang mendasarinya”. Motivasi yang tinggi akan member daya gerak yang besar untuk bertindak. Motivasi yang tinggi akan memperkuat stamina untuk bertahan dalam jangka waktu yang lama.
Sumber motivasi tertinggi ini adalah jawaban sebuah pertanyaan mendasar. Yaitu, “Apa manfaatnya bagiku?”. Motivasi bergerak dana bertindak tergantung pada jawaban atas pertanyaan ini. Semakin besar manfaat yang bisa diperoleh dalam melakukan sesuatu, berarti semakin kuat motivasi yang dimiliki. Dan, semakin besar motivasi yang dimiliki, semakin besar pula energy yang tersedia untuk mencapai sasaran.
Pendekatan ini mengantar kita pada dua titik utama.
·         Titik pertama adalah diri sendiri
·         Titik kedua adalah sasaran yang diinginkan.

Cara Islam Mengembangkan Diri
            Pada dasarnya, keinginan memperoleh hasil bukanlah sesuatu yang dilarang dalam Islam. Dorongan ini adalah keinginan dasar yang dimiliki oleh setiap orang dan bersifat manusiawi. Setiap kita mempunyai keinginan untuk mencapai hasil yang baik dalam semua sisi kehidupannya. Kita ingin memperoleh hasil yang baik dalam belajar, pekerjaan, hubungan dengan orang lain, penghasilan, keluarga, dan seterusnya.
            Doronga semacam ini pada dasarnya adalah sesuatu yang bersifat lumrah dan wajar. Adalah absah dan lumrah bila hal itu menjadi harapan kita semua. Keinginan seperti ini diakui oleh Islam, selama masuk dalam kerangka fastabiqul khairat, berlomba-lomba dalam kebaikan.
            Bahkan, lebih dari itu, semua rangkaian hidup yang kita jalani ternyata dikaitkan pada sebuah hasil akhir di akhirat. Kita dibebaskan untuk beramal, tetapi sekaligus dituntut bertanggung jawab untuk menerima hasil akhir yang berbanding lurus dengan apa yang kita perbuat. Kita didorong untuk berbuat baik, agar kelak juga mendapat hasil yang baik. Dalam hal ini, janji pasti tetang surga dan neraka adalah dorongan terbesar kita agar kita berpikir tentang hasil akhir yang baik. Keyakinan tentang adanya hari akhir ini bahkan berada pada urutan kedua, setelah beriman pada Allah.
Pengembangan diri dalam Islam lebih didasrkan pada pembentukan karakter dan pembentukan sikap. Ini sejalan dengan misi kenabian Rasulullah, seperti yang beliau ungkapkan dalam sebuah hadits dari Abu Hurairah:
“Sesungguhnya aku diutus untuk memperbaiki akhlak manusia.” (riwayat Bukhari).
Islam menginginkan kita hidup dengan memiliki pijakan yang kokoh dan pondasi yang dalam. Karena, dengan pijakan kokoh dan pondasi yang dalam itu, bangunan yang tinggi bisa ditegakkan di atasnya.
Situasi yang kita hadapi antara memilih strategi instan dan atau membentuk kepribadian mirip dengan pilihan yang diberikan pada seseorang yang ingin membangun rumah. Apakah ia akan membangun rumah dari kartu atau dari batu? Memakai strategi instan ibarat membangun rumah kartu dan membentuk kepribadian seperti membangun rumah dari batu. Kedua pilihan ini mempunyai kelebihan dan kekurangan dengan konsekuensi masing-masing.
Bila yang bersangkutan berpikir jangka pendek, ia akan memilih membangun rumah dari kartu. Untuk tujuan ini, kerja yang dibutuhkan jauh lebih ringan dengan waktu yang lebih cepat. Tetapi, hasilnya akan bersifat sementara dan tidak permanen.
Bila berpikir jangka panjang, ia akan memilih membangun rumah dari batu. Membangun rumah dari batu membutuhkan waktu yang jauh lebih lama dan tenaga yang jauh lebih besar. Namun, hasil yang diperoleh jauh lebih kokoh dan lebih permanen.
Terapi adalah proses penyembuhan untuk mengembalikan kita pada kondisi terbaik setelah mengalami masa-masa buruk. Terapi dalam pengertian ini adalah serangkaian langkah yang bersifat saling mendukung dan terkait satu sama lain.
Proses terapi memberdayakan potensi diri itu terdiri atas tiga tahap utama, yaitu menemukan potensi diri, mengambangkan, dan memberdayakannya.
Menemukan potensi diri (kesejatian, rahasia mengenal diri).
Proses menemukan berarti berusaha mendapatkan sesuatu yagn sebenarnya ada di suatu tempat. Selama ini kita tidak mampu menemukannya karena tertutupi oleh sesuatu yang lain. Tugas kia adalah menyingkap penutup yang menghalangi itu.
Mengembangkan potensi diri (keberanian, rahasia memulai perubahan, kemuliaan, rahasia membentuk sikap dan kearifan, rahasia mengoleksi pengalaman)
Mengembangkan potensi diri berarti mengelola potensi yang sudah ditemukan itu. Mengembangkan adalah mengupayakannya agar tumbuhan berbatang, berdahan, beranting, berdaun dan berbuah. Mengembangkan potensi diri adalah berusaha merubahnya dari sebuah biji agar tumbuh dan membesar. Mengembangkan potensi diri berarti ia menjadikan ia lebih besar dari potensi asalnya. Tugas kita adalah melatih potensi itu.
Memberdayakan potensi diri (kepastian, rahasia bertindak dengan keyakinan, kesetiaan, rahasia berfokus pada tujuan dan kebangkitan, rahasia belajar dari kegagalan)
Memberdayakan berarti membuat potensi diri yang sudah dikembangkan itu berfungsi dan berguna dalam kehidupan nyata. Memberdayakan berate memakainya dalam upaya kita mencapai sasaran kehidupan. Memberdayakan berarti menjadikannya sebagai alat kita bergerak di jalanan kehidupan.
Proses perubahan dari pikiran hingga menjadi kehidupan ini diungkapkan oleh para ahli hikmah. Mereka mengatakan:
“Tanamkan pikiran, anda akan menuai keyakinan.
Tanamkan keyakinan, anda akan menuai tindakan.
Tanamlah tindakan, anda akan menuai kebiasaan.
Tanamlah kebiasaan, anda akan menuai kehidupan.”
Apa yang paling banyak muncul dalam pikiran akan membentuk keyakinan kita, dan mempengaruhi kita dalam bertindak. Tindakan yang sering dilakukan menjadi kebiasaan dan membentuk kehidupan kita.

1 komentar: